Wednesday, 25 February 2015

Money-Saving with Your Better Half for Wedding and After

Selama hubungan saya dan Aul, kami sejak awal commit untuk serius sampai ke pernikahan dan seterusnya. Memasuki beberapa bulan pertama hubungan kami, kami sempet ngomongin tentang mulai menabung untuk pernikahan kami, untuk acara pernikahannya itu sendiri dan untuk kehidupan setelahnya. Tapi, sebenernya obrolan tentang itupun ngga pernah dalam kondisi yang serius banget, atau diniatin. Saya sih tipe orang yang percaya aja sama pasangan, dan walaupun pembicaraan tentang nabung cuma sekedarnya, saya percaya Aul bakal melakukan apa yang udah dia janjiin. Saya pun ngga pernah nanya, "kapan mau mulai nabung?" atau "mau nabung berapa?". Pembicaraan kami bener-bener cuma tentang: kami harus nabung bareng untuk pernikahan kami nanti. 

Beberapa minggu kemudian, saya masih inget tiba-tiba habis makan siang bareng, Aul ngajak saya ke ATM di 7Eleven deket kantor kami dulu. Saya kira dia cuma ambil uang aja kayak biasa. Ternyata, dia minta nomer rekening saya. Kebetulan saya punya satu rekening selain rekening gaji yang udah saya punya sejak kuliah. Di lokasi ATM yang (untungnya lagi) sepi itupun, kami baru bener-bener ngobrol secara kilat lagi tentang nabung untuk nikah. Di saat itu juga kami memutuskan untuk jadiin rekening sekunder saya itu sebagai rekening tabungan pernikahan kami. Jumlah yang ditabung per bulan berapa, ataupun frekuensi menabung kapan aja ngga kami omongin disitu (dan sampai saat ini pun kami ngga punya jadwal nabung atau target jumlah yang kami tabung). Ya pokoknya nabung. Aul pun saat itu langsung mentransfer sejumlah uang ke rekening saya. Sejak itu sampai sekarang, kami randomly nabung di rekening saya itu sampai akhirnya Alhamdulillah terkumpul cukup banyak. 

On that note, saya cuma berbagi hal-hal apa aja yang perlu dipertimbangkan bagi temen-temen dan pasangan yang lagi mencoba merencanakan bikin tabungan atau nabung untuk kebutuhan pernikahan.

1. Marriage as a mutual decision
Maksud saya disini, pastiin bahwa kamu dan pasangan kamu memang berencana untuk membawa hubungan kalian ke jenjang pernikahan. Jangan sampai ini hanya keinginan salah satu pihak aja. Mungkin kedengerannya cheesy banget. Tapi inget loh, yang namanya uang, sifatnya sensitif. Jangan sampai ada satu pihak yang terpaksa karena ngga enak nolak keinginan pasangannya. Bisa berbagai alasan, misalnya mungkin salah satu pihak belum yakin bakalan mau membawa hubungan ke pernikahan, atau mungkin hanya sekedar merasa dengan nabung bareng itu mereka malah terbebani karena harus komitmen menyisihkan sejumlah uang yang mungkin sebenernya mereka butuhin untuk keperluan sendiri. Nah alasan kedua yang membawa kita ke poin selanjutnya. 

2. Jumlah dan frekuensi menabung 
Kalau versi saya dan Aul, kami memang ngga pernah ngerasa perlu nentuin jumlah dan waktu nabung. Kapanpun Aul bisa nabung, dia akan nabung. Begitu juga saya, kapanpun saya bisa nabung, saya akan nabung. Tapi mungkin ada beberapa temen-temen dan pasangan yang memilih untuk nentuin jumlah dan waktu nabung dari awal. Misalnya, kalian sepakat tiap dua bulan sekali masing-masing nyisihin 500ribu untuk ditabung, atau setiap terkumpul 500ribu untuk ditabung baru nabung, atau tiap dua bulan sekali nabung berapapun jumlahnya. Semua tergantung kesepatakan berdua, dan pastiin jangan sampai ada yang terpaksa. Kan ini semua untuk nikah. Jangan sampai momen yang seharusnya jadi momen bahagia jadi rusak karena dalam prosesnya, salah satu pihak ngerasa ngga nyaman. 

3. Saving account 
Kalau saya dan Aul memilih untuk memakai rekening saya, banyak juga pasangan yang memilih untuk buka joint account atas nama sendiri dan pasangan. Kami sih ngga mau ribet, toh kebetulan punya rekening tabungan yang ngga pernah dikutak-katik. Kembali lagi, mau seperti apapun, harus kesepakatan bersama. 

4. Dinamika dalam rekening tabungan 
Maintenance rekening tabungan juga harus dibicarakan berdua. Misalnya, salah satu dari kalian butuh uang sampai harus ambil dari rekening tabungan nikah, salah satu akan keberatan ngga? Kalau kami, walaupun tabungan itu untuk kebutuhan kami bersama, tapi kami tetep bersikap logis dan kami masing-masing sadar uang yang ditransfer adalah uang pribadi. Kalau saya atau Aul butuh sesuatu dan harus withdraw sejumlah uang dari tabungan itu, kami ngga pernah saling keberatan. Toh kami memang belum nikah. Kalau sudah nikah nanti, lain ceritanya karena kebetulan kami berdua punya prinsip setelah nikah nanti rezeki dari manapun adalah rezeki bersama yang akan dimanfaatin untuk kehidupan kami berdua dan anak-anak kami nanti. Nah, kalau kamu dan pasangan kamu merasa ya namanya udah nabung jangan diutak-atik, ya jangan diutak-atik. Sekali lagi, yang penting sepakat. 

5. Terbuka 
Walaupun kami ngga pernah keberatan kalau salah satu ambil uang dari tabungan itu untuk keperluan pribadi, kami tetep saling mengingatkan kalau misalnya salah satu dari kami dirasa terlalu "boros" di saat itu. Untungnya kami selalu saling terbuka masalah uang yang diambil mau dipakai buat apa, dan kami saling terbuka kalau salah satu dari kami ikut ngasih pertimbangan apakah uang yang mau dibelanjakan itu emang sifatnya untuk hal penting atau kurang penting. Toh pada akhirnya uang yang ditabung kan tujuannya untuk dinikmati bersama. Penting banget bagi setiap pasangan untuk bisa terbuka ngungkapin pendapatnya. Lebih penting lagi untuk terbuka tentang kebutuhan masing-masing. Kalau kami, saking terbukanya, bahkan kadang kalau Aul tau saya lagi butuh sesuatu, dia pasti nawarin "mau ambil uang dari tabungan nikah ngga? kalo kurang, kamu ambil dari situ aja." Begitu juga sebaliknya. Terbuka itu enak ngga enak tapi hasil akhirnya pasti baik. 

Mungkin segitu aja kali ya, opini/saran/tips dari saya tentang hal-hal yang perlu dipertimbangkan bersama bagi temen-temen dan pasangan masing-masing yang lagi merencanakan pernikahan. Kunci utamanya sih bersikap fair aja. Jangan jadiin nabung itu beban dan jangan sampai subjek uang jadi masalah di hubungan kita. Kalau emang kita sayang pasangan kita unconditionally, pasti semua terasa ringan, apalagi kalau kedua belah pihak sepakat sepanjang perjalanan menabung itu. 

Semoga yang saya tulis di sini bisa membantu temen-temen ya. Saya bukan ahli atau gimana, cuma berbagi berdasarkan pengalaman aja. Saya ngga akan pernah nulis hal yang ngga saya tahu atau alamin sendiri, atau menyaksikan sendiri. 

See y'all soon!

Monday, 23 February 2015

3rd Anniversary & The Story of How I Met My Future Children's Future Father

Helloooo..

Sebelum posting tentang catering, dekor dan all things wedding-relatedI just wanna tell you that: 

Me and My Soon-To-Be Husband have just celebrated our 3rd Anniversary!

Yep! Tanggal Februari ini, Alhamdulillah saya dan Aul bisa menikmati perayaan 3 tahun kebersamaan kami. Dan ngga seperti tahun kemaren yang harus cuti, tahun ini Alhamdulillah banget pas tanggal merah, jadi bisa nabung cuti :) Dan walaupun ngga seperti tahun kemaren yang bisa jalan-jalan ke Taman Safari, berenang bareng (masih teringat ekspresinya pertama kali lihat saya pakai baju renang muslimah, which made me looked like lontong!), diakhiri dengan early dinner di Cimory, tahun ini dirayakan dengaaaaan: berburu sampel undangan di Pasar Tebet Barat (cerita menyusul ya..) 

Kali ini saya juga mau cerita awal pertama ketemu sampai akhirnya jadi pasangan kekasih (zzz..) dan akhirnya sampai sekarang Insya Allah mau jadi suami-istri :) 

Pertama kali ketemu Aul itu hari Senin di minggu kedua awal tahun. Kok saya bisa inget ya? Ngga lain dan ngga bukan adalah karena itu hari pertama saya kerja di kantor saya sekarang. Yak, bener sekali, saya ketemu sama Aul di kantor. Yang pertama kali saya inget, waktu itu saya datang kepagian (seperti biasa..), jadilah disuruh nunggu sama security nya di ruang tunggu. Ngga lama kemudian, datenglah sesosok laki-laki tinggi, (masih) kurus, pake sendal jepit, pake jaket Adidas merah hitam, pake headset, muka jutek, dan......dia lewat begitu saja. Mungkin karena saya waktu itu masih 10 kilo lebih ringan daripada sekarang kurus, jadi agak ngga terlihat. Ya kali... 

It was NOT love at first sight. Tapi bagi saya, it was attraction at first sight. (Siap-siap membaca ke-lebay-an saya). Selama berbulan-bulan saya single, saya berdoa dipertemukan sama sosok yang baik dan lain-lain (yang lumayan spesifik), bahkan saya sempet membayangkan layout (rumah kali...) fisik laki-laki yang saya mau kayak apa. Dan pertama liat Aul, kaget sendiri karena.............he's 99,9% looks like the man I dreamed about. Bukan muka ya, karena saya pun ngga pernah membayangkan muka orang kayak gimana. Jadi, jujur, pertama lihat Aul, saya langsung mikir, at least I can enjoy myself looking at this guy. Huehehehe gatel ya :)

Ngga lama kemudian, kayaknya habis naro tas, dia keluar lagi ke ruang tunggu mau menuju balkon yang merangkap pantry buat ngerokok. Pas dia lewat di depan gue, security langsung nyetop dia dan ngenalin dia ke saya. Kami cuma salaman biasa aja, trus dia ngeloyor deh buat ngerokok. Later that day, kami ngga banyak ngobrol, cuma sempet diledekin siang-siang sama salah satu rekan kerja yang, "Ul, tuh anak barunya. Katanya kemaren lihat di CV nya cantik." Tapi cuma sebatas itu dan si Aul nya pun datar-datar aja diledekin. Alhamdulillah sih, jadi ngga menambah perasaan awkward saya sebagai anak baru. Dan sorenya, Aul dengan juteknya ngasih kalender dan agenda buat pegawai di meja gue. Salah apa saya sama dia? -----' 

Hari ketiga, baru deh dia "modus" minjem charger BB dan numpang ngecharge di kolong meja sebelah saya yang kebetulan kosong. Tiba-tiba dia ngajak ngobrol, dan pertanyaan pertamanya, "Lo kelahiran tahun berapa?". Saya jawab dan ternyata ultah saya dan dia cuma beda sebulan. Setelah itu tukeran pin BB dan malemnya mulai deh BBMan biasa dan omongannya pun ngga menjurus ke hal-hal romantis atau apapun. 

Hari keempat, kebetulan saya ditugasin dinas ke antah berantah. Dan jam 3 pagi saya udah bangun buat ngejar pesawat yang super pagi juga. Tiba-tiba sekitar jam 4 pagi, dia BBM, "hari ini ikut dinas ya? Hati-hati ya dijalan. Kabarin kalo sempet." Dan reaksi saya langsung seneng sendiri. Hehehehe. Dan sepanjang perjalanan dinas saya, Aul selalu nemenin walaupun cuma via BBM, tapi amat sangat menyenangkan, apalagi karena saya satu-satunya perempuan di antara rekan kerja yang bapak-bapak, alias belom punya temen. BBMan sempet berhenti entah karena masalah sinyal atau gimana, tapi pas saya touch down Jakarta, dia langsung hubungin saya. 

Hari-hari berikutnya, interaksi kami makin intens. Tapiiiiiiiiiiiiiii.. Aul itu pemaluuu banget. Bukan in general ya, tapi karena emang dia ternyata punya perasaan khusus ke saya juga, jadinya malah awkward, dan keliatan beda dibanding kalo dia ngobrol sama orang lain. Kalo jealous pun ngga keliatan, tapi jadinya lebih diem DAN LEBIH JUTEK! Saya sering banget bertanya-tanya ini orang lagi mikir apa, lagi ngerasa gimana. 

Bahkan pernah sebuah silly story. Suatu pagi, saya dateng ke kantor dan di parkiran ketemu salah satu rekan kerja laki-laki (yang ternyata di masa kini menjadi arch-nemesis banyak orang). Ya otomatis saya dan si laki-laki itu barengan jalan sampai ke lantai tempat saya kerja dan ngobrol sepanjang jalan. Pas sampai di lantai saya, ternyata Aul udah nunggu di ruang tunggu dan karena dari semalemnya kami emang udah janjian mau sarapan bareng, ya saya dengan santainya langsung ngajakin turun dong setelah naro tas. Eh tiba-tiba dia malah bilang, "mau sholat dhuha dulu." Yaudah saya tungguin. Habis itu, kami pun sarapan sesuai rencana. Baru setelah beberapa minggu kemudian, setelah kami resmi pacaran, dia cerita kalau waktu itu dia sholat dhuha buat berdoa semoga saya ngga tertarik sama laki-laki lain itu. Huehehehehe sampai buru-buru sholat saking takutnyah :) 

Seiring berjalannya waktu, kami pun semakin deket. Saya pun sempet masakin dia lunch, dan dia pun mulai diem-diem bikinin teh atau kopi kalau dia lihat saya keliatan ngantuk atau bosen (habis bikinin kopi atau teh, dia biasanya BBM nyuruh saya nyusul ke pantry hehehe). 

Somehow, semua berjalan lancar. Walaupun saya sempet dibikin bingung sama sikapnya yang PEMALU banget ke saya. Sering kejadian gini: jam pulang kantor, kami turun ke lobby berdua, pas udah sampai parkiran, kami pun mencar gitu aja. Ngga ada tuh dadah-dadah atau bilang hati-hati dkk. Biasanya saya yang bengong memandang dia berjalan menjauh *lebay. Tapi beberapa DETIK setelah kami mencar, dia pasti ngomong dadah atau hati-hati lewat BBM. Sempet kesel dan bilang ke dia kalau mau ngomong langsung aja, jangan lewat BBM --' Lambat laun dia pun ngga malu-malu lagi. Lambat laun ya, lambat laun = lambat banget.

Oiya, kami berdua itu sifatnya BEDA banget, dan proses adaptasi antara kami berdua itu memakan waktu sekitar tahun pertama hubungan kami. Tapi saya menikmati segala prosesnya, walaupun membutuhkan waktu yang lama. Kalau kata Shania Twain, "We might have took the long way, we knew we'll get there someday" Hehehe.  

Akhirnya,H-1 sebelum resmi jadi pacar pun tiba. Seharian itu, Aul kode mulu. Tapi karena pembawaannya yang datar, saya ngga berani ge-er. Mulai dari nyuruh denger lagu "I Won't Let You Go"nya James Morrison, dan banyak kode-kode lain. Tepat tengah malem jam 12 teng, setelah percakapan panjang, akhirnya he said it. "Aku sayang kamu, beh." Dan saya ngga pake mikir alias shameless alias jadi perempuan kok ngga ada jaim-jaimnya, langsung jawab, "Aku juga sayang kamu, beh." Huehehehe ya mbok pura-pura mikir dulu ya kok langsung he-eh aja. (Fun Fact #3: saya dan Aul saling memanggil satu sama lain dengan kata "Bebeh", dan asal muasal nya itu ngga banget disengaja)

Setelah resmi bilang sayang-sayangan, dengan lugunya, ngga lama saya pake nanya, "kalau ada yang nanya ke kamu, aku itu siapa-nya kamu, kamu jawabnya apa?". Aul pun ngejawab, "ya pacar lah. you're my girl." Begitulah. Saya resmi jadi pacar laki-laki judes bernama Aul. And I'm so grateful to be his girl

Alhamdulillah, sampai sekarang kami masih going strong(er). Sifat kami yang berbeda, bahkan bisa dibilang berlawanan itulah yang justru memungkinkan semua berjalan sampai sekarang. Kalau diibaratkan puzzle pieces, kalau semua bentuknya sama, justru gambarnya ngga akan jadi. Kok saya jadi filsuf gini? (Yaudah lah ya.) Aul yang cenderung sabar, tenang, datar. Berbanding terbalik sama saya yang ngga sabar, heboh sendiri dan ekspresif. Semua saling melengkapi. Terlalu sabar ngga bagus juga, terlalu heboh juga ngerepotin. We know how to behave to make our better half a better person, and we trust each other to make ourselves better

Semoga perjalanan kami sampai pernikahan dan seterusnya selalu diridhai Allah SWT. Aammiin ya Rabbal Alamiin. 


See you guys on my next posts!

Monday, 16 February 2015

Gedung Pewayangan Kautaman TMII

Kali ini saya akan memenuhi janji untuk ngebahas tentang wedding venue saya dan Aul nanti, yaitu Gedung Pewayangan Kautaman TMII. 

Kenapa keluarga saya dan keluarga Aul memutuskan untuk melangsungkan acara pernikahan di Pewayangan? Pastinya banyak faktor. 
Mulai dari:
1. Budget (PALING UTAMA) 
2. Lokasi 
3. Daftar rekanan 
4. Luas area+tempat parkir (karena keluarga besar saya itu buanyak aja pake banget dan keluarga inti Aul bahkan juga udah buanyak)
5. Ada atau ngga nya tempat penginapan (hotel, inn, wisma atau apapun) di deket gedung, karena beberapa keluarga dari pihak Aul ada yang udah usia lanjut, dan akad Insya Allah rencananya pagi. Pengalaman waktu kakaknya nikah, alangkah mudahnya semua akomodasi karena keluarga yang usianya udah lanjut dan tempat tinggalnya jauh diinepin di hotel deket tempat pernikahan. 

Sekitar seminggu setelah lamaran, hunting gedung pun dimulai. Sebenernya pilihan pertama itu Gedung Kementerian Pertanian (Deptan). Selain karena tempatnya cukup luas dan masih on-budget, pengalaman ngadain pernikahan di situ so far so good. Mulai dari sepupu-sepupu, temen-temen, bahkan kakaknya Aul pun nikah di situ. Tapiiiiiii... Ternyata penuh sampai AKHIR 2015. Gilaaaaak! Padahal udah niat booking setahun sebelumnya dan ternyata ngga bisa. Sebenernya gedungnya cuma full-booked sampai pertengahan tahun. Tapi pertengahan tahun ini sampai akhir tahun, gedungnya mau direnovasi. Jadi, bagi temen-temen yang mau coba booking di Deptan, coba pastiin lagi kondisinya gimana. Waktu itu sih saya kontak Pak Hartono di nomor 0818 - 486 342. Silahkan dicoba yah, temen-temen :) 

Ok. Harus buat rencana ulang. Setelah itu, kami nyoba ke Kementerian Sosial. Waktu ngga ada masalah, budget juga wajar, eeeh tempatnya kurang strategis. Di sekitarnya ngga ada penginapan yang menurut kami layak. Habis itu, kami nyoba ke Granadi di Kuningan. Sayangnya, di sekitar situ walaupun penginapan banyak, tapi mahallll. Habis itu, kami sempet nyoba liat ke Menara 165. Begitu lihat price listnya, langsung basa-basi trus cabut. Ngga kuat meeeen. Buat kami, too expensive, too small. Harganya terlalu tinggi untuk venue yang kecil. 

Akhirnya, sampailah ke Gedung Pewayangan Kautaman TMII. Singkat cerita, dari semua faktor tadi, ini yang paling memenuhi. Dari budget, lokasi, luas venue dan tempat parkir, deket sama hotel, rekanannya bagus-bagus dan banyaaak. Ini nih sedikit penampakan brosurnya. 



Dan ini pricelist untuk sewa gedung sama daftar rekanan catering nya. 




Pertama kali ke Pewayangan, kami ketemu langsung sama marketing nya an. Bu Sri Subiyanti dan dikasih brosur tadi.


Langsung diajak lihat-lihat ke dalam gedung. Aula utamanya cukup untuk menampung sekitar 1.000 sampai 1.200 orang. Jadi itungan kasarnya, untuk 500 sampai 600, bahkan 700 undangan mah muat ya. Apalagi kan asumsinya kecil kemungkinan semua tamu bakal hadir di saat yang bersamaan (walaupun belum tentu, bisa aja di hari itu mereka memutuskan untuk synchronize waktu kedatangan di resepsi pernikahan kami hehehe). Kalau mau pakai area teater juga bisa, tapi (pastinya) ada biaya tambahan. Sejauh ini sih, sepertinya acara pernikahan kami nanti hanya membutuhkan aula utama. Kecuali kalo undangan nambah ya, yah mau ngga mau pake area teater. Kira-kira begini penampakannya. 


Di hari itu juga, kami langsung diskusi sama bu Sri tentang tanggal. At that point, sebenernya kami belom tahu mau tanggal berapa. Nah bu Sri beberapa pilihan tanggal. Setelah kami nentuin pilihan tanggal, baru sadar kalo tanggal itu bertepatan 1 tahun setelah lamaran. Bodoh sekali bukan. (Maklum lah berdua ngga ada yang romantis, tapi untungnya masih selalu inget anniversary hehehe). Setelah nentuin tanggal, kami dikasih waktu satu minggu untuk bayar DP, jadi beberapa hari setelah itu, kami balik lagi ke sana untuk ketemu bu Sri dan bayar DP. So yes, our wedding will be held on September 2015!!! Ngga ada tuh itung-itungan ala Jawa atau ala apapun, itung-itungannya ala kapan gedung available aja. Insya Allah akad nikah akan dimulai sekitar jam setengah delapan-an, dan resepsi akan berlangsung jam 11:00 sampai 14:00 WIB.

Setelah bayar DP, kami dikasih booklet (lebih kayak majalah sih karena gede) yang isinya daftar dan alamat lengkap rekanan mulai dari catering, dekorasi, perias, dokumentasi, band dan MC. Dalam waktu dekat, saya akan posting daftar rekanan gedung pewayangan dan  rekanan yang akhirnya kami pilih.

'Til then. See ya!