Friday, 8 May 2015

Our Trip To KUA Kecamatan Makasar, Jakarta Timur

Hallo semua! 

Hari ini saya mau cerita waktu saya dan Aul daftar nikah di KUA wilayah tempat kami nikah nanti. Gedung Pewayangan Kautaman TMII masuk ke wilayah KUA Kecamatan Makasar, Jakarta Timur. Sebelumnya, saya udah sempet browsing tentang apa-apa aja yang harus disiapin, biaya yang harus dikeluarin dll. Pastinya temen-temen yang lagi persiapan nikah juga ngelakuin hal yang sama. Sebelum dateng ke KUA, saya sempet telepon ke sana dan bicara sama salah satu pegawainya, namanya Pak Sugeng. Beliau bahkan ngasih nomer HP-nya, jadi saya bisa tanya-tanya kalau ada yang bingung. 

Walaupun udah banyak banget temen-temen kita yang bikin post tentang pendaftaran pernikahan di KUA, kali ini saya mau share juga ya apa-apa aja yang saya dan Aul siapin waktu daftar kemaren. Kebetulan saya sama Aul ngga ada yang tinggal di wilayah Jakarta Timur, jadi kami berdua sama-sama ngurus "numpang nikah". Beginilah ceritanya. 

1. Minta Surat Pengantar dari RT/RW tempat tinggal kita

- What we need
a. Fotokopi KTP kita sebanyak 1 (satu) lembar
b. Fotokopi KK kita sebanyak 1 (satu) lembar

- What we get
a. Surat Pengantar dari RT/RW yang ditandatangani ketua RT dan RW kita sebanyak 1 (satu) lembar. Jangan lupa difokotopi ya, karena surat aslinya akan diminta Kelurahan untuk diarsip.

2. Ke Kelurahan tempat tinggal kita untuk minta Surat N1, N2 dan N4

- What we need:
a. Surat Pengantar dari RT/RW
b. Fotokopi KTP kita sebanyak 2 (dua) lembar 
c. Fotokopoi KTP pasangan sebanyak 2 (dua) lembar
d. Fotokopi KK kita sebanyak 2 (dua) lembar 
e. Pas foto ukuran 2x3, 3x4 dan 4x6 masing-masing 2 (dua) lembar 
f.  Bukti pembayaran PBB terakhir rumah yang alamatnya tertera di KTP dan KK kita
g. Biaya administrasi sekitar Rp 30.000,-

- What we get:
a. 3 (tiga) Surat Keterangan: 
Model N1: Surat Keterangan untuk Nikah, yang isinya data pribadi kita dan bahwa kita mau menikah. 

Model N2: Surat Keterangan tentang Orang Tua, yang isinya bahwa kita adalah benar anak kandung dari bokap dan nyokap kita. 

Model N4: Surat Keterangan tentang Asal-Usul Orang Tua, yang isinya bahwa bokap dan nyokap kita adalah benar orang tua dari kita. 

b. Surat Pernyataan tentang status kita (jejaka/perawan) yang ditandatangani kita dan wali kita. Nah, di sini saya melakukan kesalahan. Seharusnya, fotokopiannya kita ambil untuk dibawa juga ke KUA tempat nikah. Tapi waktu itu pihak Kelurahan bilangnya surat ini hanya untuk syarat pembuatan surat N1, N2 dan N4 tadi. Alhasil, waktu ngurus ke KUA Kecamatan Makasar, saya disuruh bikin lagi surat pernyataan ini, tapi Alhamdulillah bisa menyusul dan tidak menghambat pendaftaran kami sama sekali :) Jadi, inget yah. Kita harus punya Surat Pernyataan Status (Jejaka/Perawan)-nya juga karena itu masuk persyaratan di KUA tempat kita numpang nikah nanti.

Seperti biasa, semua berkas yang kita terima jangan lupa difotokopi untuk jaga-jaga. 

3. Ke KUA wilayah tempat tinggal kita untuk minta Surat Rekomendasi Nikah/Numpang Nikah ke KUA wilayah tempat nikah 

- What we need
a. Surat N1, N2 dan N4 dari Kelurahan (untuk sekedar ditunjukkin aja)
b. Fotokopi KTP kita sebanyak 2 (dua) lembar 
c. Fotokopi KTP pasangan sebanyak 2 (dua) lembar 
d. Fotokopi KK kita sebanyak 2 (dua) lembar 
e. Fotokopi KTP wali sebanyak 2 (dua) lembar 
f.  Pas foto ukuran 2x3, 3x4 dan 4x6 masing-masing 2 (dua) lembar 
g. Biaya admin sekitar Rp 50.000,- 

- What we get: 
a. Surat Rekomendasi Nikah/Numpang Nikah ke KUA wilayah tempat nikah. 

Jangan lupa fotokopi ya.

4. Ke KUA wilayah tempat nikah untuk daftarin pernikahan kita

- What we need
a. Surat N1, N2 dan N4 dari Kelurahan 
b. Surat Keterangan Status (Jejaka/Perawan) kita dan pasangan 
c. Fotokopi KTP kita sebanyak 2 (dua) lembar 
d. Fotokopi KTP pasangan sebanyak 2 (dua) lembar 
e. Fotokopi KK kita sebanyak 2 (dua) lembar 
f.  Fotokopi KK pasangan sebanyak 2 (dua) lembar 
g. Fotokopi KTP wali sebanyak 2 (dua) lembar 
h. Fotokopi Akta Kelahiran kita sebanyak 2 (dua) lembar 
i.  Fotokopi Akta Kelahiran pasangan sebanyak 2 (dua) lembar
j.  Fotokopi Ijazah terakhir kita sebanyak 2 (dua) lembar 
k. Fotokopi Ijazah terakhir pasangan sebanyak 2 (dua) lembar
l.  Pas foto ukuran 2x3, 3x4 dan 4x6 kita dan pasangan masing-masing 4 (empat) lembar 

- What we get
a. Surat Keterangan Model N3: Surat Keterangan Persetujuan Mempelai, yang isinya bahwa kita dan pasangan bersedia menikah, ditandatanganin sama kita dan pasangan. 

b. Surat Keterangan Model N7: Surat Pemberitahuan Kehendak Nikah, yang isinya bahwa KUA setempat akan melangsungkan pernikahan antara kita dan pasangan pada hari.....tanggal.....jam.......di.......dengan mas kawin..........(untuk mas kawin belum diisi juga ngga apa-apa kalau belum tau). Surat keterangan ini, yang saya dapet, dibuat di atas kertas yang kop suratnya udah nyantumin nama penghulu nanti. 

Udah deh, sama sekali ngga ribet. Sehari juga selesai kok. 

Oiya sekedar cerita aja ya pengalaman kami di hari itu. 

Setelah dapet semua surat tadi, berkas-berkas dicek ulang sama bagian administrasinya, terus kami disuruh ke bagian keuangan untuk dijelasin tata cara pembayaran biaya nikahnya. FYI, biaya nikah kalau kita nikah di hari kerja Rp 50.000,-, kalau di luar hari kerja Rp 600.000,-. Di bagian keuangan, kami dikasih Form Setoran Tunai dan kami disuruh langsung ngisi form nya sesuai template yang udah ada. Jadi, pembayarannya emang harus melalui teller, ngga bisa canggih-canggihan mobile banking atau bahkan ATM karena di bagian "berita" harus jelas bahwa ini untuk pernikahan di KUA Kecamatan mana, Kota mana, Provinsi mana. Kalau untuk pembayarannya sendiri ngga harus saat itu juga kok. 

Selesai tanya-tanya, kami dikasih tau kalau kami dijadwalin untuk ikut pembekalan calon pengantin di bulan Juni 2015 nanti. Pembekalannya mulai jam 9 pagi sampai jam 12 siang. 

Habis itu, kami langsung ketemu sama Penghulu yang nanti bakal menikahkan kami. Di sana kami cuma ditanya-tanya tentang orang tua, terus beliau juga nambahin titel pendidikan di belakang nama kami, untuk keperluan penulisan di Buku Nikah nanti. 

Alhamdulillah sama sekali ngga ada pihak yang bikin susah. Semua lancar-lancar aja. Bahkan Surat Pernyataan Status saya yang ketinggalan bisa disusulin nanti sekalian pas kami dateng lagi untuk pembekalan bulan depan. Nanti kami juga bakal sekalian nyerahin bukti pembayaran dan surat N3 yang kami tandatanganin (setelah difotokopi dulu pastinya) hehehe

Yak, panjang ya post-nya :) Sampai sini dulu ya, temen-temen. Semoga infonya berguna dan bisa ngebantu temen-temen yang lagi ngurus pernikahan. Jangan khawatir (padahal dulu saya khawatir berlebihan juga), karena ternyata gampang dan semua pihak sangat membantu kok. Cuma butuh cuti sehari aja pasti beres. 

Have a nice day! See you!

Thursday, 7 May 2015

The Difficulties of Asking for Help: An Only Child's Perspective

Wow, it's been quite a while since I wrote anything! Banyak banget yang mau ditulis sampai saya bingung mau mulai dari mana hehehe

Kali ini saya ngga nulis tentang update persiapan pernikahan kami, tapi post tentang itu akan menyusul secepatnya, apalagi karna sekitar 2 minggu yang lalu kami ngadain engagement party  di rumah saya, jadi sambil nunggu hasil foto-foto dan video dari tim Simax Communication Bogor (Dika, dkk), posting-nya menyusul ya :) 

Sekarang ini saya mau agak-agak curhat dan berbagi sedikit tentang hal yang akhir-akhir ini saya pikirin. Sesuatu yang sangat normal, tapi bagi saya adalah hal yang cukup sulit: MINTA TOLONG. Buat saya, aspek yang sulit dari minta tolong bukan dari proses ngomong minta tolongnya itu sendiri, tapi lebih ke percaya bahwa pihak yang saya mintain tolong itu bakal make everything works well the way I want it to be

Sounds weird? I completely understand if it is

Saya lahir sebagai anak tunggal. Orang tua saya sebenernya pengen banget punya banyak anak, tapi emang Tuhan udah menentukan bahwa anak mereka cuma satu, yaitu saya. Sebagai anak tunggal, saya dididik untuk lebih mandiri dan ngga bergantung sama siapapun. Dan orang tua saya (menurut saya) "terbebani" dengan label negatif tentang anak tunggal, kayak manja, ngga bisa apa-apa, tergantung sama orang lain, dll. Didikan yang agak keras membuat saya jadi orang yang agak "badak" dan sejauh ini, saya rasa being "badak" helps me through lots if things, terutama di dunia kerja. 

Bertahun-tahun saya terbiasa ngga minta tolong orang untuk hal kecil maupun hal besar. Saya punya keyakinan: lebih baik capek ngerjain sesuatu, apapun hasilnya, tapi itu usaha kita, daripada nyerahin tanggung jawab ke orang, hasilnya ngga sesuai, dan kita ngga mungkin nyalahin orang lain. Saya juga percaya bahwa nyalahin orang lain untuk sesuatu yang kita rasa ngga sesuai itu hal yang jelek. Dan salah satu cara saya untuk ngehindarin itu semua adalah dengan ngerjain segala sesuatunya serba sendiri. 

Semua baik-baik aja sampai akhirnya tibalah momen persiapan pernikahan ini. Saya dihadapkan sama situasi di mana banyak orang yang mau ngga mau dilibatkan. Apalagi Insya Allah pernikahan kami nanti pakai adat Jawa. Pastinya ada prosesi yang melibatkan ini itu. Apalagi di budaya kita ini, acara pernikahan cenderung "nurut" kemauan orang tua. Alhasil, pihak yang dilibatkan banyak banget. Di satu sisi, saya bersyukur keluarga dan temen banyak banget yang mau ngebantu. Tapi di sisi lain.....

A part of me that barely let anybody do anything for me couldn't let go of the thought that I have to trust OTHER PEOPLE to make ONE OF THE MOST IMPORTANT DAY OF MY LIFE goes well

Bagi saya, di satu titik, persiapan pernikahan kami jadi agak "menakutkan". Karena saya harus mempercayakan hal-hal krusial ke banyak orang. Bukan saya ngga percaya mereka. Saya kadang takut ada something came up and they can't handle it the way I do. Karena jujur aja, saya ini orangnya galak (duh!). Setiap ada halangan dan rintangan (...and I'm occasionally hyperbolic), saya cenderung berhasil ngelewatin dan nyelesaiin masalah apapun itu sendiri, dan saya rasa sifat saya yang keras sangat membantu. Dengan banyaknya pihak yang terlibat dan ngerjain semuanya untuk saya, saya khawatir. Saya ngga mau mereka repot untuk sayaSaya ngga mau juga keluarga dan temen-temen yang udah ngebantu saya menghadapi kesulitan yang mungkin muncul dalam rangka "mensukseskan" acara pernikahan kami nanti.

I know this might sound silly to most people, but I know there are a few people out there who feels the same way.

But don't get me wrong! I do love to help other people. I love having responsibilities. However, it's weird to have other people do things FOR ME.

Bahkan selama hubungan saya dan Aul, saya masih kesulitan minta tolong sama Aul. Saya ngga mau nyusahin dan bikin repot Aul. Walaupun lambat laun saya belajar bahwa minta tolong itu ngga salah, percaya bahwa orang bisa dimintain tanggung jawab dan make everything okay itu ngga susah. Saya cuma harus banyak belajar. Apalagi ngga lama lagi saya bakal berbagi hidup sama Aul. Dan saya juga sadar, saya ngga mungkin selamanya menghindar dari minta tolong orang. 

Saya sadar, minta tolong sama orang ngga menandakan kita itu lemah. 
Minta tolong bukan berarti kita ngga mampu
Minta tolong bukan berarti kita ngga mau

Saya mungkin kelihatan santai aja selama nyiapin pernikahan ini. Tapi sebenernya, otak dan perasaan saya ngga berhenti muter-muter sampai pusing sendiri. Hehehe

Mungkin segitu aja sesi sharing dari saya kali ini. Writing does make you feel better, right? :)

I'm sorry for the long post. I just need to get this out of my head and I hope this post could inspire and help whoever read this in any way. 

Dan yang paling penting, saya mau berterima kasih sama semua pihak yang sejauh ini udah ngebantu saya dan Aul dalam persiapan pernikahan kami. Millions of thank yous won't be enough

See y'all in my next post!